LAPORAN PRATIKUM GENETIKA DASAR
DOMINAN TAK SEMPURNA
Disusun Oleh :
Nama : Ainul
Marziah
NIM :
1405101050021
Kelompok : 03
Kelas : 04
LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mendel
menyimpulkan hukum segregasi dari percobaan-percobaan yang hanya mengikuti satu
karakter tunggal, misalnya warna bunga. Semua progeni F1 yang dihasilkan dalam
persilangan-persilangan yang ia lakukan dari induk galur murni merupakan
monohybrid (monohybrid), artinya bersifat heterozifot hanya satu untuk
karakter. Kita menyebut persilangan diantara heterozigot-heterozigot semacam
itu sebagai persilangan monohybrid (monohybrid croos) (Campbell dkk, 2008).
Mendel
mengidentifikasi hukum kedua pewarisan sifat dengan cara mengikuti dua karakter
secara bersamaan, misalnya warna biji dan bentuk biji. Biji (ercis)
bisa berwarna kuning atau hijau. Biji juga bisa bulat (mulus) aau keriput. Dari
persilangan karakter tunggal, Mendel mengetahui bahwa alel bji kuning dominan
(Y) sedankan alel biji hijau resesif (y). Untuk karakter bentuk biji, alel
bulat bersifat dminan (R), sedangkan alel biji keriput resif (r) (Campbell dkk,
2008).
Alel
dapat menunjukkan derajat dominansi dan keresesifan yang beda-beda satu sama
lain. Dalam persilangan ercis Mendel, keturunan F1 selalu terlihat seperti
salah satu kedua varietas induk sebab salah satu alel dalam pasangan tersebut
menunjukkan dominansi sempurna (complete dominance) terhadap alel yang satu lagi.
Dalam situasi semacam itu fenotipe heterozigot dan homozigot dominan tidak
dapat dibedakan (Campbell dkk, 2008).
Akan
tetapi untuk beberapa gen, tidak satupun alel yang sepenuhnya dominan dan
hybrid F1 memiliki fenotipe yang berada diantara kedua varietasa induk.
Fenomena ini, disebut dominansi tak sempurna (incomplete dominance), terlihat
ika snapdragon putih. Semua hybrid F1, memiliki bunga merah muda. Fenotipe
ketiga itu disebabkan karena bunga heterozigot memiliki pigmen merah yang lebih
sedikit daripada homozigot merah (tidak seperti kondisi pada tanaman ercis
mendel, ketika Heterozigot Pp menghasilkan cukup banyak pigmen agar bunga ungu
dan tidak dapat dibedakan dari tanaman PP) (Campbell dkk, 2008).
Sekilas,
dominansi tak sempurna dari kedua alel tampaknya merupakan bukti untuk
hipotesis pencampuran tentang pewarisan-sifat, yang memprediksi bahwa sifat
merah muda atau ptih tidak dapat muncul kembali dari hybrid merah muda.
Faktanya, mengawinsangkarkan (interbreeding) hybrid F1 menghasilkan keturunan
F2 dengan rasio fenotipe satu merah dua merah muda terhadap satu putih. (Karena
heterozigot memiliki fenotipe yang berbeda, rasio genotype dan fenotipe untuk
generasi F2 adalah sama, yaitu 1:2:1). Segregasi alel bunga merah dan bunga
putih pada gamet yang dihasilkan oleh tanaman berbunga merah muda mengonfirmasi
bahwa alel-alel warna bunga merupakan faktor terwariskan yang mempertahankan
identitas masing-masing dalam hybrid : artinya, pewarisan sifat partikulat
(Campbell dkk, 2008).
Variasi
lain pada hubungan dominansi diantara alel-alel disebut kodominansi
(codominance). Dalam variasi ini, kedua alel sama-sama memengaruhi fenotipe
dengan cara terpisah dan dapat dibedakan. Misalnya, golongan darah Mn manusia
ditentukan oleh alel-alel kodominan untuk dua molekul spesifik yang terletak
pada permukaan sel darah merah, Molekul M dan N. Satu lokus tunggal yang bisa
mengandung dua variasi alel, menentukan fenotipe gololngan darah ini. Pada
orang yang homozigot untuk alel M (MM) memiliki sel darah merah yang hanya
mengandung molekul M. Orang yang homozigot untuk alel N (NN) memiliki sel darah
merah yang hanya mengandung molekul N. Akan tetapi molekul M maupun N terdapat
pada sel-sel darah orang yang heterozigot untuk alel M dan N (MN). Perhatikan
bahwa fenotipe MN bukan pertengahan antara fenotipe M dan N, yang membedakan
kodominansi dari dominansi tak sempurna. Fenotipe M maupun N sama-sama
dtunjukkan oleh heterozigot, karena kedua molekul itu ada (Campbell dkk, 2008).
Karena itu dominan suatu alel
terhadap alel yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat
dipengaruhi oleh faktor – faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies,
fisiologi, genetika dan faktor – faktor lainnya. Tidak adanya dominasi telah
diketahui pada awal sejarah penelitian gen. Perubahan dominasi ini timbul
karena interaksi alel, baik antar alel pada lokus yang sama maupun pada lokus
yang berbeda.Dominan DUA alele menghasilkan hasil yang sama, kecuali dalam
keadaan tertentu, allele resesip tidak manghasilkan sesuatu. Heterosigot menghasilkan
jumlah yang lebih sedikit darupada homosigot dominan, tetapi lebih banyak dari
pada homosigot resesif (Suryo.2001).
Dominan tak penuh disebut juga
sebagai pastial dominan atau incomplete dominance. Pada acara 1 dan 2 (Mendel I
dan Mendel II), prinsip Mendel dipraktekkan secara simulasi menggunakan kancing
genetika dengan ekspresi gen dominan penuh (complete dominance). Incompolete
atau partial dominan tak penuh yaitu ekspresi gen pada turunan berdasarkan
pengamatan fenotip yang intermediat (antara) dari hasil silangan tetua dengan
karakter yang berbeda dan kontras (seperti panjang ; pendek, besar ; kecil,
merah ; putih, dsb). Sebagai contoh bunga kembang pukul empat dan anyelir warna
merah disilangkan dengan bunga warna putih, maka F1-nya akan berwarna merh muda
(pink). Disini terlihat bahwa baik merah atau putih (tidak dominan). Oleh
karena warna merah diekspresikan sebagai warna merah muda (pink) pada F1, maka
dominan muncul sebagai partial atau tak penuh. Fenotip ini dikontrol oleh
pasangan alel yang keduanya tidak dominan, maka F2 mempunyai ratio sama dengan
ratio genotipenya ( 1 merah : 2 pink : 1 putih) (Dotti suryati.2012).
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui
ekspresi gen partial dominance atau dominan tak penuh.
2.
Melihat
langsung (melalui foto-foto) hasil persilangan yang partial dominance.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Persilangan adalah proses
menggabungkan dua sifat yang berbeda dan diharapkan mendapatkan sifat yang
baik bagi keturunannya. Orang yang pertama kali
menyelidiki perkawinan silang dan menganalisa hasilnya dengan teliti
ialah Gregor Mendel. Ia mengumpulkan beberapa jenis kacang
ercis (Pisum sativum) untuk dipelajari perbedaannya satu sama
lain dan melakukan percobaan perkawinan silang pada tanaman
ercis tersebut.
Dominasi tidak sempurna (incomplete dominance)
adalah alel dominan tidak dapat
menutupi alel resesif sepenuhnya. Akibatnya individu heterozigot bersifat
setengah dominan dan setengah resesif. Contoh : tanaman bunga Snapdragon.
Ekspresi
fenotipe heterozigot tersebut menghilangkan keragu-raguan dalam menentukan
kombinasi gen (genotipe) yang terdapat pada suatu individu. Ekspresi dominan
menunjukkan individu genotipe homozigot dominan, ekspresi heterozigot
menunjukkan individu genotipe heterozigot, dan ekspresi resesif menunjukkan individu
genotipe homozigot resesif. Dikatakan bahwa pada gen berkedominanan tidak
penuh, nisbah fenotipe = nisbah genotype (Anonim, 2011).
Pada
manusia diketahui bahwa rambut keriting adalah dominan terhadap rambut yang
lurus. Sebagai contoh seorang pria berambut keriting heterozigot menikah dengan
wanita yang juga keriting heterozigot. Apabila mereka mempunyai anak, berapakah
kemungkinan anaknya berambut lurus? Dengan hukum Mendel dapat dihitung bahwa
kemingkinannya 1:4. Apabila mereka mempunyai tiga anak dan semuanya berambut
lurus, apakah ini berarti anak itu adalah hasil dari luar pernikahan? Tentu
saja tidak, karena hukum Mendel hanya memberikan proporsi gen saja tetapi tidak
menentukan alel apa yang terdapat dalam sel telur atau sel sperma yang kemudian
menjadi keturunan tersebut di atas (Anonim, 2012).
Perbedaan
fenotip dari keturunan yang diperoleh atau diperkirakan akan diperoleh pada
percobaan persilangan adalah hasil dari persatuan gamet tetua jantan dan betina
yang berlangsung secara acak pada waktu terjadi pembuahan oleh sperma pada sel
telur. Menurut Mendel, persilangan atau pembentukan hibrid, mengikuti kaidah
(3+!)n untuk sifat kedominanan penuh, dan {(1+2)+1}n untuk sifat kedominanan
tak penuh. Pada rumus untuk sifat kedominanan penuh, angka 3 menunjukkan angka
nisbah fenotipeyang sama pada homozigot dominan dan heterozigot (=hibrid)
sedangkan angka 1 menunjukkan angka nisbah fenotipe homozigot resesif. Pada
rumus untuk sifat kedominanan sebagian, angka nisbah 3 tersebut memecah
(=bersegregasi) menjadi (1+2) yaitu 1 menunjukkan angka nisbah fenotipe
homozigot dominan dan 2 menunjukkan angka nisbah fenotipe heterozigot. Untuk
kedua rumus tersebut bilangan eksponensial n menunjukkan banyaknya sifat beda
yang dikendalikan secara genetic (Anonim, 2011).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1
Tempat
dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratoruim Genetika Dasar dan
Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Pada tanggal 13
april 2015 pukul 14.00-16.00 WIB.
3.2
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis. Dan bahan yang digunakan
adalah gambar persilangan bunga pukul empat.
3.3
Metode
Palaksanaan Praktikum
1.
Foto-foto
diamati dan didiskusikan hasil persilangan yang ditunjukkan melalui
transparasi.
2.
Foto-foto
digambar di kertas laporan praktikum.
3.
Ratio
genotipik dan juga ratio fenitipik dianalisis dan ditentukan dari gambar
tersebut, serta diberikan penjelasan yang baik.
IV.
HASIL DAM PENGAMATAN
4.1
Hsil
Pengamatan

Gamet : R >< r
Generasi F2: Pink (Rr)
Gamet : R >< r
Telur : ¼ RR, ½ Rr, ¼ rr.
G : 1 R: 2Rr: 1rr
F : 3 Merah: 1 Putih

G1 : 5 Pink : 1 Putih
F2 : 1 : 2 : 1
G2 : 1 Merah : 2 Pink : 1 Putih
F3 : 1 : 1
G3 : 1 Merah : 1 Putih
C1C1 x C2C2

![]() |
F1 C1C2







F2C1C1 C1C2 C1C2
C1C2 C1C1




![]() |
![]() |
F3C1C1 C1C1 C1C2 C1C2 C2C2 C1C1C1C2 C1C2 C2C2 C2C2
(Merah) (Merah)
(Pink) (Pink) (Putih)
(Merah) (Pink) (Pink) (Putih) (Putih)
4.2 Pembahasan
Diagram
perkawinan antara dua tanaman homozigot yang berbeda satu sifat, dimana
terdapat sifat intermedier sampai dengan F3 tanaman berbunga merah (RR) dan
berbunga putih (rr) merupakan galur murni. Maka didapatkan tanaman F1
heterozigot berbunga pink (Rr). Warna pink ini disebut intermedier (antara
merah dan putih). Jika tanaman F1 dibiarkan mengadakan peyerbukan sendiri dan
kemudian biji-bijinya ditanam, didapatkan tanaman-tanaman F2 yang
memperlihatkan perbandingan 1 merah : 2 pink : 1 putih. Pada keturunan
berikutnya (F3) maka tanaman-tanaman yang berbunga merah akan terus
menghasilkan tanaman berbunga merah. Begitu pula tanaman yang berbunga putih.
Tetapi tanaman yang berbunga pink akan selalu menghasilkan keturunan yang
memisah dengan perbandingan 1:2:1.
V.
KESIMPULAN
1.
Rasio fenotip dari gen parsial
dominan ini akan sama dengan rasio genotipnya.
2.
Pada F2 sifat dari
tetua atau sifat dari kedua induknya akan muncul.
3.
Dominan tak penuh atau partial
dominan adalah eksperesi gen pada turunan berdasarkan pengamatan fenotip yang
intermediet dari hasil persilangan tetua dengan karakter yang berbeda dan
kontras.
4.
Ekspresi
dari gen partial dominan adalah gabungan antara sifat kedua induknya yang
saling mempengaruhi (tidak ada dominan dan tidak ada resesif).
5.
Hasil persilangan F1
bunga pukul empat berwarna merah dan putih hasilnya akan berwarna merah
muda (pink) semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell, dkk, 2008. Biologi
Edisi Kelima. Jilid II. Erlangga : Jakarta
http://putrimian.cutseiya.com/2013/11/dominan-tak-penuh.html Diakses pada tanggal 2 mei 2015 pukul 19.23 WIB.
http://biologyneverdie.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 2 mei 2015 pukul 19.31 WIB.
http://biochronica.blogspot.com/p/pola-pola-hereditas.html Diakses pada tanggal 2 mei 2015 pukul 19.34 WIB.
https://titinsolikhah.wordpress.com/category/genetika-2/ Diakses pada tanggal 2 mei 2015 pukul 19.35 WIB.
http://rerumviventium.blogspot.com/p/pewarisan-sifat.html Diakses pada tanggal 2 mei 2015 pukul 19.47 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar